Kamis, 28 Januari 2010

Program Kesos Anak 2010

Mensos Anggarkan Rp 184 M untuk PKSA

Dari situs bataviase.co.id dilaporkan bahwa Kementerian Sosial telah menganggarkan Rp 184 miliar untuk Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) pada 2010 ini. Anggaran tersebut untuk menjangkau 140 ribu anak dengan masalah sosial. "Termasuk anak jalanan tiga ribu orang." demikian kata Menteri Sosial, Salim Segaf Al-Jufri, saat kunjungan ke Yayasan Himmata, Jakarta Utara. Rabu (13/1).

Menurut Mensos, sasaran program PKSA ini adalah anak jalanan, pekerja anak, anak tanpa pengasuhan orang tua. anak dengan kecacatan, dan anak yang berhadapan dengan hukum. PKSA sendiri bertujuan untuk memberi perlindungan khusus terhadap anak yang bukan dan Rumah Tangga Sedang Menengah (RTSM).

Melalui PKSA, diharapkan masalah sosial anak jalanan atas hak pendidikan dasar dapat dientaskan. "Tentunya bersama orang tua dan keluarga." jelasnya. Lebih lanjut, Salim mengharap untuk ke depan, anak-anak jalanan tersebut dapat memperoleh kesempatan yang sama. coi *

Selasa, 26 Januari 2010

Penganiayaan Terhadap Anak

Menyetrika Anak, Ibu Angkat

Masuk Sel Pondok Bambu

Dikutip dari situs Tempo, (Jumat 10 Desember 2004), Tita Rostita, seorang ibu rumah tangga asal perumahan Kartika Wanasari Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi, menjadi tahanan polisi Pondok Bambu, Jakarta Timur. Sebabnya, wanita yang berusia 40 tahun ini tega-teganya menyetrika anak angkatnya.

Ratih Kurnia Yuspita, siswii kelas dua SDN Kartika Wanasari XIII, Cibitung, mendetira luka bakar. Di bagian dada sebelah kanan dan punggung bocah asal Karawang, Jawa Barat, ini membekas luka bakar hitam yang membentuk gambar alas setrika. Selain trauma akibat penyiksaan, jiwa Ratih juga tertekan sehingga tidak mau lagi kembali ke orang tua angkatnya itu.

Luka bakar di punggungnya, menurut anak yang baru berusia 7 tahun ini, akibat sundutan rokok yang dilakukan ayah angkatnya, Ayi Yusuf Hidayat. Keterangan yang dihimpun menyebutkan, selam aini, Ratih yang ibu kandungnya bernama Kesih dan bapaknya bernama Adit itu karena keluarga tidak mampu lalu dirawat orang tua angkat. Yusuf dikenal sebagai guru di salah satu STM di Bekasi.

Terungkapnya kasus penganiayaan terhadap anak ini bermula dari keprihatinan tetangga korban. Kamis (9/12) lalu sebelum berangkat sekolah Ratih mengeluhkan perilaku orang tua angkatnya itu. Saat itu, Ratih mengisahkan kepedihannya kepada tetangga, Sulastri, 39 tahun.

Sulastri mengatakan, Kamis pagi sekitar pukul 07.30, Ratih mengeluh kalau dirinya disetrika oleh ibu Tita. "Waktu itu dia ngadu ke saya, katanya abis disetrika sama ibu angkatnya. Saya kaget langsung saya buka bajunya dan ternyata betul ada luka bakar di dadanya," ujar ibu tiga anak ini.

Mengetahui korban dalam keadaan sakit sementara saat itu akan berlangsung ujian sekolah, Sulastri melaporkan apa yang dialami Ratih kepada kepala sekolahnya, Ny. Yoyo. Lalu, oleh Yoyo korban langsung dibawa ke Klinik Kartika Husada, tidak jauh dari sekolah. Oleh dokter Hasto korban dinyatakan mengalami luka bakar akibat disetrika dan sundutan rokok. Setelah itu, Ratih langsung dibawa ke RT setempa, Kartama, dan perbuatan tersebut dilaporkan warga ke Polsek Cibitung.

Mendapat laporan warga, petugas Polsek Cibitung mengamankan pasangan suami Yusuf dan Rosita. Namun dalam pengusutan berikutnya, petugas baru bisa menetapkan Tita Rostita sebagai tersangka tunggal dalam kasus penganiayaan anak ini.

Kapolres Bekasi AKBP Joko Hartanto membenarkan adanya peristiwa penganiayaan itu. Dikatakan dia, saat ini Tita Rostita isteri dari Ayi Yusuf Hidayat resmi tersangka dalam kasus penganiayaan anak itu. Tersangka dikenakan pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan ancaman dua tahun empat bulan.

Tersangka juga dikenakan Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 pasal 80 dengan ancaman kurungan 5 tahun. Oleh petugas, tersangka langsung dijebloskan ke rutan wanita di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Saat ditemui di rumah Kartama, Ratih menuturkan, perbuatan orang tua angkatnya itu sudah berkali-kali.

Alasan perbuatan kejam itu terulang dikatakan Ratih lantaran orang tua angkatnya selalu berdalih kalau Ratih nakal dan malas belajar. "Saya disiksa karena dibilang malas. Kalo udah gitu langsung disundut rokok. Saya sering. Terakhirnya kemarin disetrika," kata dia. (Sumber: http://www.tempointeraktif.com)

Jumat, 22 Januari 2010

Maraknya penculikan anak

Penculikan & Penelantaran Anak

Makin Marak



JAKARTA - Rumah sakit atau rumah bersalin selayaknya menjalankan standar prosedur agar kasus kehilangan anak tidak terulang kembali.
Beberapa kasus belakangan menunjukkan, sindikat penjualan anak mengincar rumah sakit sebagai target operasi mereka.

“Kasus kehilangan anak nampaknya sindikat mengincar rumah sakit, seperti beberapa kasus sebelumnya. Ini harus menjadi perhatian. Rumah sakit harus menerapkan standar prosedur,” kata Sekjen Komnas Perlindungan Anak Aris Merdeka Sirait saat berbincang dengan okezone, Senin (11/1/2010).

Aris bahkan mengusulkan rumah sakit yang tidak memperhatikan aspek keamanan bayi yang lahir di rumah sakit itu, harus mendapat sanksi tegas. Kalau perlu dicabut saja izinnya,” ungkap Aris.

Kasus penculikan bayi di rumah sakit terakhir terjadi di RSUD Semarang, yaitu Muhammad Zain Fazza Azzahra.

Selain itu, dia juga menilai modus penculikan anak, mulai beragam. Sindikat tak hanya mengincar rumah sakit, sekolah, atau tempat umum lainnya. Hal ini harus menjadi perhatian orangtua.


“Seperti yang baru ini di Depok, ada orang yang datang langsung ke rumah dan menawarkan anaknya untuk ikut lomba bayi sehat,” paparnya.

Bayi bernama Muhammad Haikal Ramadhan diculik dalam dengan modus lomba bayi sehat di ITC Depok dan kasusnya sudah berhasil diungkap Polres Depok.

Selain kehilangan anak, Aris juga memberi perharian terhadap kasus penelantaran anak. Menurut data Departemen Sosial pada 2008 hingga 2009, katanya, ada 1,1 juta anak di Indonesia yang kini terlantar dan terpaksa tinggal di panti asuhan. Ini belum termasuk sebanyak 10 juta anak yang terancam ditelantarkan.

“Ini jumlah yang fantastis. Mereka kan dipelihara negara. Ini akan menjadi beban bagi Depsos,” ungkap Aris. (Berita ini dikutip dari okezone.com)


Kamis, 21 Januari 2010

Kasus Anak

Ada 4.000 Anak Indonesia di Penjara

SIDOARJO, KOMPAS.com — Belum lagi surut segala masalah yang terkait dengan maraknya anak jalanan di kota-kota besar Indonesia, kini terdengar lagi data terbaru yang cukup mengagetkan. Tahukah Anda, hingga saat ini tak kurang dari 4.000 anak Indonesia mendekam di dalam penjara.

Melihat data ini, tak ada pilihan lain kecuali menciptakan sebuah terobosan atas penghukuman dan pembinaan baru bagi para penerus bangsa ini. Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, sebagian dari anak-anak itu bukan pelaku kriminal kambuhan. Sebagian masuk penjara karena kejahatan yang dilakukan akibat kondisi sosial dan ekonomi. Hal ini diungkapkannya saat melakukan kunjungan ke lembaga pemasyarakatan di Sidoarjo, Jumat (22/1/2010).

Menurut dia, Kementerian Hukum dan HAM tengah berupaya mencari terobosan cara penghukuman dan pembinaan. Tidak semua pelaku kejahatan harus masuk penjara. "Kalau kejahatannya ringan, sebenarnya bisa dibina di luar penjara," ujarnya.

Pihaknya juga sedang mendata penghuni penjara yang sudah berusia lanjut, pengguna narkotika, penderita sakit berat, dan anak-anak. Jika dimungkinkan, mereka akan dikeluarkan dari penjara dan dibina di tempat lain. (Dikutip dari situs kompas)

Berita penting

"Kalo Babeh Keluar, Mau Dimatiin Ama Anak Jalanan... "

JAKARTA, KOMPAS.com
— Nama Baekuni alias Babeh ternyata sudah terkenal di kalangan anak jalanan. Aji, salah satu pengamen jalanan, mengaku kenal pelaku mutilasi dan sodomi itu. Dengan lancar, Aji, bocah 9 tahun ini, bertutur bahwa perkenalannya dengan Babeh cukup lama, sekitar 4 tahun.

"Kenal Babeh udah lama, sekitar 4 tahunan. Pernah juga maen ke rumahnya, diajak," kata Aji, Kamis (21/1/2010) di Jakarta. Namun, dalam pengakuannya, Aji tak pernah mengalami tindakan pelecehan dari Babeh. "Enggak pernah diapa-apain, cuma diajak sekali doang ke rumahnya. Duduk-duduk aja," kata Aji.

Menurut Aji, Babeh orang yang baik di mata anak-anak jalanan. Bagaimana penilaian mereka sekarang? "Dulu tahunye Babeh baik. Sekarang enggak lagi. Soalnya temen saya, Arif, juga mati ama Babeh. Kalo keluar, Babeh mau dimatiin ama anak jalanan," kata Aji dengan nada tinggi.

Dari dicium sampai masturbasi

Pendamping anak jalanan dan pengasuh di Rumah Singgah Yayasan Sekar, Wardoyo, mengatakan, beberapa anak dampingannya pernah mengaku mengalami pelecehan seksual. Akan tetapi, biasanya ada perasaan malu untuk mengakuinya.

"Kami tahunya, ketika mereka cerita, pernah dicium, tapi nanti tunjuk-tunjuk temannya yang melakukan. Ada yang ngaku pernah disuruh masturbasi, katanya terpaksa," ungkap Wardoyo kepada Kompas.com.

Untuk kasus Babeh, Wardoyo yang turut mendampingi saksi anak jalanan mengisahkan, anak-anak yang dibunuh dan disodomi Babeh adalah anak-anak yang justru hanya mampir di rumahnya. Babeh memang diketahui mengasuh dan menyediakan rumahnya bagi tempat tinggal beberapa anak jalanan.

"Kan yang tinggal di Babeh ada banyak anak. Tapi, yang dibunuh justru bukan yang pernah tinggal lama bareng dia. Kebanyakan hanya yang dateng doang, mampir," kata Wardoyo.

Untuk mencegah tindakan pelecehan terhadap anak jalanan, salah satu upaya yang dilakukan adalah pendidikan konseling. Kepada anak-anak yang mengaku pernah mendapat tindak kekerasan, mereka akan mendapat pendampingan secara perorangan. Dalam sebuah kelas belajar, para pendamping biasanya juga menyisipkan peringatan agar anak jalanan tak mudah terbujuk dengan iming-iming yang akhirnya memaksa mereka melayani kebutuhan biologis orang dewasa.

Berita yang dikutip dari situs Kompas ini sedianya menjadi bahan pemikiran dan pertimbangan bagi kita selaku orang tua.

Rabu, 20 Januari 2010

Standar Operasi Pemeriksaan Anak Jalanan seperti Apa?


JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah kepolisian resor di DKI Jakarta berencana menggelar pemeriksaan dubur dan penyakit AIDS pada anak jalanan, Kamis (21/1/2010) besok. Standar operasional pemeriksaannya pun dipertanyakan. Seperti apa?

Salah satu pengurus bidang advokasi Yayasan Sahabat Anak yang terlibat dalam pembinaan anak jalanan mengatakan, dalam berita-berita yang dirilis media, polisi hanya mengutarakan rencananya tersebut tanpa mengungkap cara dan mekanismenya. Meski dikabarkan akan bekerja sama denagn dinas kesehatan dan dinas sosial, masih belum terpikirkan mekanisme pemeriksaannya.

Secara umum, Sahabat Anak mendukung rencana pemeriksaan oleh Polisi. Hanya saja, ada beberapa syarat mutlak yang harus dipatuhi polisi. "Mulai dari bagaimana meminta anak-anak untuk diperiksa hingga alat-alat yang dipakai," ujar perempuan yang enggan disebut namanya ini kepada Kompas.com, Rabu (20/1/2010).

Karena ini dimaksudkan sebagai pemeriksaan, ungkapnya, petugas pastinya harus membawa surat tugas dan tetap berlaku sopan. Mereka jangan diperlakukan kasar hanya karena anak jalanan. Petugas juga harus memastikan para anak jalanan memberikan izin untuk diperiksa dan dipublikasikan datanya.

Yang terpenting pula, pastikan alat-alat yang digunakan sesuai dengan standar operasional pemeriksaan kesehatan dan tetap steril. Perempuan lulusan salah satu perguruan tinggi ternama di Denpasar, Bali, ini mengatakan, dalam upaya mencegah kembali jatuhnya korban dan mengusut pelaku kekerasan seksual yang lain pun, polisi tetap harus menghormati hak-hak anak. "Posisi anak kan di sini korban, jangan sampai mereka dikasarin lagi," tuturnya.

Berita ini dikutip dari www.kompas.com

Proyek Malaria


Jangkauan Pelayanan YUM

di Kalteng

Desa Anak-anak merupakan bagian dari pelayanan Yayasan Usaha Mulia (YUM) yang berpusat di Jakarta Selatan. YUM juga telah membuka sentra pelayanan sosialnya di wilayah lain seperti halnya di Banda Aceh dan Kalimantan Tengah. Bahkan YUM telah menjadi pilot project untuk progam kesehatan di wilayah yang terakhir ini.

Akhir tahun 2007 lalu, YUM memulai proyek tiga tahun senilai 250,000 euro untuk memerangi infeksi malaria mematikan di Kalimantan Tengah. Berkat bantuan keuangan dari Pemerintah Jerman dan Susila Dharma Jerman, YUM bertujuan untuk menurunkan jumlah kematian yang disebabkan oleh malaria hingga 50% di enam desa.

Malaria tersebar luas dan hampir dua per tiga penduduk di desa tempat proyek dilaksanakan terinfeksi malaria tetap. Karena daerah ini juga merupakan daerah termiskin di Indonesia, akses ke pelayanan kesehatan sangat terbatas.

Proyek ini meliputi beberapa inisiatif yang didesain untuk meningkatkan cara mengidentifikasi dan merawat malaria di daerah tersebut. Termasuk di dalamnya adalah pendirian pos-pos malaria di setiap desa dengan sumberdaya yang memadai dan distribusi obat-obatan yang dengan sukses telah dicoba untuk merawat infeksi malaria.

Yang penting lagi, proyek ini juga meliputi berbagai aspek yang didesain untuk pencegahan infeksi malaria. Kampanye pendidikan besar-besaran dilakukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana cara menekan resiko infeksi malaria dan melakukan usaha-usaha pencegahan lainnya, termasuk penyemprotan nyamuk di daerah-daerah yang terinfeksi dan pendistribusian kelambu tempat tidur anti nyamuk.

Proyek semacam ini adalah yang pertama di Kalimantan Tengah dan melibatkan pelatihan pencegahan yang meluas, identifikasi dan perawatan malaria kepada anggota masyarakat lokal, sehingga kegiatan ini dapat berlanjut segera setelah tahap tiga tahun pertama program ini selesai. Untuk memastikan keberlanjutan jangka panjang proyek ini, YUM bekerja sama dengan organisasi-organisasi kesehatan dan pemerintah lokal.